Learning is a blast...! Be a real moslem woman is a must. And to become an Industrial Engineering woman need to be fast...! As far as the journey of my life,... let the faith keep me up on the right path...

ﺍﻟﺴﻼﻢﻋﻠﻴﻜﻢ ﻭﺮﺤﻤﺔﷲ ﻭﺑﺭﻜﺎﺘﻪ

Pembaca yang saya hormati,

Tulisan-tulisan dalam blog ini insya Allah selalu diupayakan keorisinalitasnya. Saya berharap pembaca juga bersedia menjaga orisinalitasnya dengan mencantumkan nama blog ini (http://www.sitnah-aisyah.blogspot.com). Semoga Anda memperoleh manfaat dari blog ini.

Selasa, 31 Desember 2024

Fiqih Perencanaan, 01 012025






[1/1 06.57] Sitnah Aisyah Marasabessy: 
Fikih Perencanaan





[1/1 09.51] Sitnah Aisyah Marasabessy: 
"Dreaming without Planning merely is just a wish, but a Plan can turns Dreams into Reality." Sitnah, 01012025

Mimpi tanpa RENCANA itu hanyalah sebatas Harapan. Kalaulah ingin jadi Kenyataan harusnya dimulai dengan PERENCANAAN. Rencana yg baik adalah setengah dari Keberhasilan; sisanya adalah Tindakan & Doa. Sebuah rencana memberi ARAH, langkah² KONKRET, & kekuatan untuk menghadapi tantangan. Dengan rencana yg baik, kita dapat memanfaatkan WAKTU dengan Bijak, mengelola SUMBER DAYA secara Tepat, & terus ber-GERAK menuju tujuan. Jangan hanya bermimpi; SUSUN rencana yg Realistis, JALANKAN dengan Tekad, & lengkapi dengan DOA agar mimpi tersebut benar² terwujud. Jika kita Gagal merencanakan, berarti kita yg merencanakan untuk gagal. #KaidahFikihPerencanaan
SitnahAisyah.blogspot.com


■■■■■■■

Kaidah² Fiqih yang Berkaitan dengan Perencanaan

Oleh;
Dr. Abdul Muher, M.Ag

Dalam Islam terdapat beberapa kaidah fiqih yang dapat dijadikan pedoman dalam perencanaan. Kaidah-kaidah ini membantu memastikan bahwa perencanaan dilakukan secara terarah, sesuai dengan prinsip syariat, dan mempertimbangkan berbagai aspek untuk mencapai tujuan yang baik. Berikut adalah beberapa kaidah fiqih yang relevan:


1. Al-Umūr Bi Maqāṣidihā (Segala Perkara Dinilai Berdasarkan Tujuannya)

(الأمور بمقاصدها)
Artinya, perencanaan harus dimulai dengan menentukan tujuan yang jelas dan baik. Setiap langkah yang diambil dalam perencanaan harus diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.


2. Al-Wasā’il Lahā Aḥkām al-Maqāṣid (Sarana Mengikuti Hukum Tujuan)

(الوسائل لها أحكام المقاصد)
Sarana yang digunakan dalam perencanaan harus selaras dengan tujuan. Jika tujuan suatu perencanaan adalah baik, maka sarana yang digunakan pun harus halal dan sesuai dengan syariat.


3. Ma Lā Yatimm al-Wājib Illā Bihi Fahuwa Wājib (Apa yang Tidak Sempurna Suatu Kewajiban Tanpanya, Maka Itu Juga Menjadi Wajib)

(ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب)
Dalam konteks perencanaan, jika suatu langkah atau tindakan diperlukan untuk mencapai tujuan yang diwajibkan, maka langkah tersebut menjadi bagian dari kewajiban. Misalnya, perencanaan yang matang adalah bagian dari tanggung jawab dalam melaksanakan suatu proyek yang wajib.


4. Al-Aṣl Fī al-Mashāliḥ wa al-Mafāsid Taḥṣīl al-Maṣlaḥah wa Dar’u al-Mafsadah (Prinsip Dasar dalam Kemanfaatan dan Kerugian Adalah Mengambil Manfaat dan Menghindari Kerugian)

(الأصل في المصالح والمفاسد تحصيل المصلحة ودرء المفسدة)
Perencanaan harus mempertimbangkan manfaat dan potensi kerugian. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan bahaya atau kerugian yang mungkin terjadi.


5. Al-Niẓām Yaqḍī bi al-Tartīb (Sistem Membutuhkan Keteraturan)

(النظام يقضي بالترتيب)
Perencanaan harus dilakukan dengan sistematis, berdasarkan urutan yang logis dan terstruktur. Hal ini memastikan bahwa tujuan dicapai dengan efisien.


6. Al-Masyaqqah Tajlib al-Taysīr (Kesulitan Mengundang Kemudahan)

(المشقة تجلب التيسير)
Dalam perencanaan, jika ada kendala atau kesulitan yang signifikan, maka syariat memberikan kelonggaran. Perencanaan yang baik harus mempertimbangkan solusi yang memudahkan pelaksanaan.


7. Al-Ḥukmu ‘alā al-Shay’ Far‘un ‘an Taṣawwurihi (Menilai Sesuatu Tergantung pada Pemahaman yang Benar tentangnya)

(الحكم على الشيء فرع عن تصوره)
Perencanaan harus didasarkan pada pemahaman yang menyeluruh tentang masalah atau situasi yang dihadapi. Tanpa pemahaman yang jelas, perencanaan bisa salah arah.


8. Al-Aṣl Bāqīn fī Mā Kān ‘alā Mā Kān (Prinsip Dasar Adalah Tetap pada Kondisi Sebelumnya)

(الأصل بقاء ما كان على ما كان)
Dalam perencanaan, jika tidak ada alasan kuat untuk perubahan, maka prinsip yang sudah berjalan baik sebelumnya tetap dipertahankan.


9. Al-Muḥāfaẓah ‘alā al-Qadīm al-Ṣāliḥ wa Akhdh bi al-Jadīd al-Aṣlaḥ (Mempertahankan yang Lama yang Baik dan Mengambil yang Baru yang Lebih Baik)

(المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح)
Dalam merencanakan inovasi atau perubahan, prinsip lama yang masih relevan dipertahankan, sementara yang baru diambil jika lebih memberikan manfaat.


Kaidah-kaidah ini mendorong perencanaan yang matang, strategis, dan sesuai dengan prinsip syariat Islam, sehingga menghasilkan keputusan yang baik dan bermanfaat.


 ■■■■■■■


QUOTES

  1. "Rencana adalah peta perjalanan menuju tujuan; tanpa rencana, setiap langkah menjadi tersesat."

  2. "Bermimpi tanpa rencana hanyalah harapan, tetapi rencana mengubah mimpi menjadi kenyataan."

  3. "Rencana yang baik adalah setengah dari keberhasilan; sisanya adalah tindakan dan doa."

  4. "Merencanakan hari ini adalah cara terbaik untuk menciptakan masa depan yang lebih baik."

  5. "Kesuksesan bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari rencana yang terstruktur dan konsisten."

  6. "Jika Anda gagal merencanakan, berarti Anda merencanakan untuk gagal."

  7. "Rencana adalah komitmen kita pada tujuan; ia memberi arah saat kita melangkah."

  8. "Dalam setiap rencana, selalu sertakan ruang untuk doa dan fleksibilitas."

  9. "Hanya mereka yang merencanakan dengan baik yang siap menghadapi ketidakpastian."

  10. "Rencana kecil yang dilakukan lebih baik daripada rencana besar yang hanya dibicarakan."


■■■■■■■

Berikut adalah referensi kaidah-kaidah fiqih yang digunakan dalam konteks perencanaan di atas:

1. Al-Umūr Bi Maqāṣidihā (Segala Perkara Dinilai Berdasarkan Tujuannya)

  • Referensi:
    Hadis Nabi Muhammad SAW: "Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
    Kaidah ini diambil dari dasar syariat bahwa tujuan memengaruhi hukum perbuatan.

2. Al-Wasā’il Lahā Aḥkām al-Maqāṣid (Sarana Mengikuti Hukum Tujuan)

  • Referensi:
    Prinsip ini didasarkan pada logika syariat bahwa sarana memiliki status hukum yang sama dengan tujuan jika sarana tersebut mutlak diperlukan untuk mencapai tujuan.

3. Ma Lā Yatimm al-Wājib Illā Bihi Fahuwa Wājib (Apa yang Tidak Sempurna Suatu Kewajiban Tanpanya, Maka Itu Juga Menjadi Wajib)

  • Referensi:
    Prinsip ini sering dijelaskan dalam literatur ushul fiqih, seperti dalam kitab Al-Muwafaqat karya Imam Al-Syatibi.

4. Al-Aṣl Fī al-Mashāliḥ wa al-Mafāsid Taḥṣīl al-Maṣlaḥah wa Dar’u al-Mafsadah (Mengambil Manfaat dan Menolak Kerugian)

  • Referensi:
    Kaidah ini berakar dari Al-Qur'an, seperti dalam QS. Al-Baqarah [2:185]: "...Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu..."

5. Al-Niẓām Yaqḍī bi al-Tartīb (Sistem Membutuhkan Keteraturan)

  • Referensi:
    Kaidah ini berasal dari logika syariat yang menekankan pentingnya keteraturan, sebagaimana terlihat dalam sistem ibadah Islam (misalnya, shalat berjamaah).

6. Al-Masyaqqah Tajlib al-Taysīr (Kesulitan Mengundang Kemudahan)

  • Referensi:
    QS. Al-Baqarah [2:286]: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
    Hadis Nabi: "Sesungguhnya agama ini mudah..." (HR. Bukhari).

7. Al-Ḥukmu ‘alā al-Shay’ Far‘un ‘an Taṣawwurihi (Menilai Sesuatu Tergantung Pemahaman yang Benar)

  • Referensi:
    Prinsip ini adalah aturan dalam ilmu ushul fiqih yang menyatakan bahwa pemahaman yang benar terhadap suatu masalah adalah prasyarat untuk menetapkan hukum atasnya.

8. Al-Aṣl Bāqīn fī Mā Kān ‘alā Mā Kān (Prinsip Dasar Tetap pada Kondisi Sebelumnya)

  • Referensi:
    QS. Yunus [10:36]: "Kebanyakan mereka hanya mengikuti prasangka, sedangkan prasangka itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran."
    Prinsip ini juga dikenal dalam kaidah fiqih sebagai Istishab.

9. Al-Muḥāfaẓah ‘alā al-Qadīm al-Ṣāliḥ wa Akhdh bi al-Jadīd al-Aṣlaḥ (Mempertahankan yang Lama yang Baik dan Mengambil yang Baru yang Lebih Baik)

  • Referensi:
    Kaidah ini lebih banyak digunakan dalam pengembangan hukum Islam modern, sering ditemukan dalam kajian ijtihad kontemporer untuk menyelaraskan tradisi dan inovasi.

Kaidah-kaidah ini secara langsung atau tidak langsung bersumber dari Al-Qur'an, hadis, serta prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh ulama dalam kitab-kitab fiqih dan ushul fiqih.


■■■■■


Berikut daftar pustaka yang dapat digunakan untuk referensi kaidah-kaidah fiqih terkait perencanaan:

  1. Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih Al-Bukhari. Beirut: Dar Ibn Kathir, 1987.
  2. Muslim bin Al-Hajjaj. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, 2000.
  3. Al-Syatibi, Abu Ishaq. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah. Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1997.
  4. Ibn Qayyim al-Jawziyyah. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin. Kairo: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2002.
  5. Al-Zarkashi, Badruddin. Al-Bahr al-Muhit fi Ushul al-Fiqh. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992.
  6. Al-Suyuthi, Jalaluddin. Al-Asybah wa al-Nazhair. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005.
  7. Al-Nawawi, Yahya bin Syaraf. Riyadh al-Shalihin. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.
  8. QS. Al-Baqarah: 2:185. Al-Qur'anul Karim.
  9. QS. Al-Baqarah: 2:286. Al-Qur'anul Karim.
  10. QS. Yunus: 10:36. Al-Qur'anul


■■■■■■■



0 comments:

Posting Komentar