[26/12 18.30] Pa Nusran: https://youtu.be/Z5m3yxm1XUg?si=O4V3s11lSkp368Mf
■■■■■■■
Dalam pandangan Islam, alasan bahwa asal muasal perayaan Natal pada tanggal 25 Desember berhubungan dengan praktik agama lain (yaitu perayaan kelahiran Yesus Kristus yang dianggap sebagai anak Tuhan oleh umat Nasrani) menjadi salah satu dasar yang sering digunakan untuk melarang umat Islam mengucapkan selamat Natal kepada non-Muslim. Namun, relevansi alasan ini dapat dipahami dengan beberapa perspektif berbeda dalam konteks Islam.
[26/12 18.35] Pa Nusran: Khutbah Jumat: Sikap Muslim terhadap Natal dan Tahun Baru Masehi
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=pfbid03894Tqkvx5WvwjXFh1cfpmrSsSSnLs4isiz783JZBtTMDkvmbih6SMro8PKBjLY4gl&id=61561936814789
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا لِلْأَعْمَالِ الْجَارِيَة, وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ والبَرَكَاتُ عَلَى خَيْرِ البَرِيَّة، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَ رْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Ma’asyiral muslimin jama’ah jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala
Mari terus meningkatkan ketaqwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan mengerjakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan serta memperbanyak shalawat dan salam kepada Rasulullah ﷺ.
Pada kesempatan khutbah kali ini, izinkan kami selaku khatib untuk membawakan pembahasan tentang sikap seorang muslim terhadap natal dan tahun baru masehi
Kaum muslimin jama’ah jumat yang berbahagia
Pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya, umat Nasrani merayakan hari natal yang mereka anggap sebagai peringatan kelahiran Yesus Kristus, yang mereka yakini sebagai anak Tuhan. Sebagai seorang muslim, penting bagi kita untuk memahami bagaimana Islam mengajarkan sikap yang benar terhadap perayaan agama lain.
Sangat disayangkan, sebagian kaum muslimin turut serta dalam perayaan tersebut, baik dengan mengucapkan selamat natal maupun bentuk partisipasi lainnya. Padahal, dalam Islam, kita diajarkan untuk tidak ikut serta meramaikan hari raya umat agama lain. Bahkan sekadar ucapan selamat natal pun tidak diperbolehkan.
Sahabat mulia, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, pernah berkata,
اِجْتَنِبُوْا أَعْدَاءَ اللهِ فِي أَعْيَادِهِمْ
“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.” (Ahkam Ahl Adz-Dzimmah, 1/724)
Mengucapkan “Selamat natal” adalah bentuk apresiasi terhadap keyakinan yang bertentangan dengan akidah Islam. Mereka yang mengucapkannya, seolah-olah mendukung keyakinan bahwa Nabi Isa ‘alaihis salam adalah anak Tuhan, yang merupakan perbuatan syirik besar. Allah Ta’ala dengan tegas menyebutkan akibat buruk dari keyakinan ini dalam firman-Nya,
وَقَالُوا۟ ٱتَّخَذَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ وَلَدࣰا
“Dan mereka berkata, ‘(Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak.’”
لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا
Sungguh, kalian telah membawa sesuatu yang sangat mungkar,
تَكَادُ ٱلسَّمَـٰوَٰتُ یَتَفَطَّرۡنَ مِنۡهُ وَتَنشَقُّ ٱلۡأَرۡضُ وَتَخِرُّ ٱلۡجِبَالُ هَدًّا
“Hampir saja langit pecah, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh (karena ucapan itu).”
(Q.S. Maryam: 89-90)
Hadirin yang dirahmati Allah
Sikap kita untuk tidak mengucapkan selamat natal tidak menunjukkan intoleransi. Sebaliknya, Islam mengajarkan toleransi yang hakiki, seperti yang tercantum dalam firman Allah Ta’ala,
لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ
“Untuk kalian agama kalian, dan untukku agamaku.” (Q.S. Al-Kafirun: 6)
Ini adalah bentuk toleransi sejati: hidup berdampingan tanpa saling mencampuri akidah satu sama lain. Kita tetap menghormati keyakinan mereka, namun tidak perlu ikut serta dalam ritual atau perayaan mereka.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa Nomor 56 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa menggunakan atribut keagamaan non-muslim hukumnya haram. Fatwa ini dikeluarkan karena adanya fenomena sebagian umat Islam yang menggunakan atribut keagamaan non-muslim atas nama toleransi, termasuk karena tekanan dari pemilik usaha. MUI menegaskan bahwa memerintahkan atau mengajak penggunaan atribut tersebut juga haram.
MUI merekomendasikan umat Islam untuk menjaga kerukunan antaragama tanpa mencampuradukkan akidah, menghormati keyakinan agama lain, dan tidak memperjualbelikan atribut keagamaan non-muslim. Pimpinan perusahaan diimbau untuk tidak memaksa karyawan muslim menggunakan atribut keagamaan non-muslim, dan pemerintah diminta melindungi umat Islam agar dapat menjalankan keyakinannya dengan bebas.
Hadirin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala
Sebagai muslim, kita juga tetap mengajak mereka kepada Islam dengan hikmah dan nasihat yang baik. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُ
“Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam.” (Q.S. Ali ‘Imran: 19)
Hadirin yang dimuliakan Allah
Pada dasarnya, hukum asal jual beli adalah halal. Namun, jika dikaitkan dengan perayaan-perayaan seperti natal dan tahun baru, syarat-syarat tertentu harus dipenuhi agar tidak terjerumus dalam dosa. Para ulama menjelaskan bahwa jual beli yang dilakukan pada momen tersebut diperbolehkan selama:
Pertama: Barang yang dijual atau dibeli bukan sesuatu yang digunakan untuk menyemarakkan hari raya mereka, seperti aksesoris natal, kartu ucapan, atau desain khas natal.
Kedua: Barang tersebut bukan sesuatu yang mendukung maksiat atau menyerupai kaum lain (tasyabbuh), seperti lonceng, petasan, kembang api, atau terompet yang menjadi simbol perayaan mereka.
Kedua syarat ini telah dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid hafizhahullah dalam situs Islam Question and Answer.
Allah Ta’ala telah memberikan panduan kepada kita dalam firman-Nya,
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (Q.S. Al-Ma’idah: 2)
Jual beli yang mendukung perayaan agama lain atau kemaksiatan jelas termasuk dalam kategori saling membantu dalam dosa dan permusuhan, maka sebagai muslim, kita harus menjauhi hal ini.
Hadirin rahimakumullah
Islam tidak memerintahkan kita untuk merayakan pergantian tahun, baik itu tahun hijriah maupun masehi. Pergantian tahun hanyalah malam-malam biasa seperti malam lainnya. Rasulullah ﷺ hanya menetapkan dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Merayakan tahun baru masehi dengan alasan apa pun, termasuk zikir dan doa, tetap tidak dianjurkan. Hal ini karena tahun masehi bukanlah bagian dari syariat Islam.
Perayaannya sering kali disertai berbagai kerusakan, seperti:
Pertama:
Tasyabbuh: Mengikuti tradisi kaum lain, seperti meniup terompet (tradisi Yahudi), lonceng (simbol Nasrani), atau menyalakan api dalam pengkhususan hari tertentu (kebiasaan Majusi). Rasulullah ﷺ memerintahkan kita untuk menyelisihi mereka.
Kedua:
Kelalaian dalam ibadah: Banyak orang terlambat atau bahkan meninggalkan shalat subuh setelah merayakan tahun baru. Fenomena ini berulang setiap tahunnya.
Ketiga:
Kerusakan moral: Musik, aurat diumbar, pergaulan bebas, bahkan hingga pada pelecehan seksual dan perbuatan zina, minum miras, tawuran, kemaksiatan dan kriminal lainnya, na’udzubillah min dzalik.
Keempat:
Pemborosan harta: Uang dihabiskan untuk pesta pora tanpa manfaat, baik untuk dunia maupun akhirat.
Kelima:
Penyia-nyiaan waktu: Waktu yang semestinya dimanfaatkan untuk kebaikan justru digunakan untuk hal sia-sia.
Keenam:
Minimal membahayakan dan mengganggu orang lain dalam istirahat mereka.
Untuk itu, marilah kita introspeksi diri setiap hari, bukan hanya setahun sekali. Kita adalah bagian dari perjalanan waktu; setiap hari yang berlalu berarti berkurangnya usia kita. Setiap detik, bahkan setiap saat, kita akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat atas apa yang telah kita lakukan selama di dunia. Oleh karena itu, mari kita manfaatkan waktu yang kita miliki dengan sebaik-baiknya di jalan Allah Ta’ala.
Kaum muslimin yang semoga dimuliakan Allah Ta’ala
Demikian khutbah pertama, inilah beberapa tentang sikap seorang muslim terhadap natal dan tahun baru, meskipun masih banyak sebenarnya, tapi karena waktu yang membatasi kita.
Semoga Allah Ta’ala mengumpulkan kita semua bersama Nabi kita Muhammad ﷺ di surga firdaus kelak, jangan lupa doakan kebaikan untuk saudara-saudari kita di Palestina, semoga Allah mewafatkan kita semua dalam keadaan husnul khatimah, aamiin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
------------
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسࣱ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدࣲۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِیرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰۤىِٕكَتَهُۥ یُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِیِّ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَیۡهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبۡحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ عَمَّا یَصِفُونَ وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِینَ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ
Penulis: Tim Ilmiyah Yayasan Amal Jariyah Indonesia
https://amaljariah.org/khutbah-jumat-sikap-muslim-terhadap-natal-dan-tahun-baru-masehi/
■■■■■■■■■■■■
Analisis kritis terhadap isi khotbah ini
0 comments:
Posting Komentar