Learning is a blast...! Be a real moslem woman is a must. And to become an Industrial Engineering woman need to be fast...! As far as the journey of my life,... let the faith keep me up on the right path...

ﺍﻟﺴﻼﻢﻋﻠﻴﻜﻢ ﻭﺮﺤﻤﺔﷲ ﻭﺑﺭﻜﺎﺘﻪ

Pembaca yang saya hormati,

Tulisan-tulisan dalam blog ini insya Allah selalu diupayakan keorisinalitasnya. Saya berharap pembaca juga bersedia menjaga orisinalitasnya dengan mencantumkan nama blog ini (http://www.sitnah-aisyah.blogspot.com). Semoga Anda memperoleh manfaat dari blog ini.

Jumat, 08 Januari 2021

Antara Ta'asub, Tsiqoh, dan Thalabul 'Ilm

[4/1 05:12] Sitnah Aisyah Marasabessy: 

‼️‼️WARNING‼️‼️

Tolong disebar luas kan 
Mohon ijin info Ikatan Dokter Indonesia (IDI), menginformasikan bahwa saat ini sedang ada wabah  Pengerasan Otak (Kanker Otak), Diabetes dan Pengerasan Sumsum Tulang Belakang (Mematikan sumsum tulang belakang).
Untuk itu, hindarilah minuman sbb:
👉1. Extra Joss,
👉2. M-150,
👉3. Kopi Susu Gelas (Granita),
👉4. Kiranti,
👉5. Krating Daeng,
👉6. Hemaviton,
👉7. Neo Hemaviton,
👉8. Marimas,
👉9. Segar Sari shachet,
👉10. Frutillo,
👉11. Pop Ice,
👉12. Segar Dingin Vit. C,
👉13. Okky Jelly Drink,
👉14. Inaco,
👉15. Gatorade,
👉16. Nabati,
👉17. Adem Sari,
👉18. Naturade Gold,
👉19. Aqua Splash Fruit. 
Karena ke-19 minuman tsb mengandung ASPARTAME (lebih keras dr biang gula) racun yg menyebabkan diabetes, otak, dan mematikan sumsum tulang.

Info:
RS Fatmawati , RSCM ,  RS Siloam , All RS 
Nara sumber :
Dr. H. Ismuhadi, MPH


Mohon dishare, sayangi keluarga anda.sekedar berbagi.." SEMOGA BERMANFA'AT BAGI KITA SEMUA.

[4/1 05:13] Sitnah Aisyah Marasabessy: 

Di antara kaidah dalam menghukumi halal atau haramnya sesuatu selain  ada atau tidaknya DALIL yang menghalalkan atau mengharamkannya, adalah level ke-MUDHARATAN-nya bagi JIWA seseorang.. Maka jika tingkat kebahayaan minuman kopi bagi orang dengan kondisi fisik tertentu *lebih tinggi* dari pada merokok, maka minum kopi itu haram baginya. Namun jika ada seseorang yang kecil dampak berbahayanya rokok bagi dirinya, disebabkan ia selalu melakukan aktifitas fisik (mis: mencangkul sawah/kebun, olahrsga, dsb), menjaga ibadah-ibadahnya, dan menjaga hubungan yang baik dengan sekitarnya, maka merokok itu tidaklah haram baginya.

Dalam kasus beasiswa Mora yang menurut informasi dari suatu sumber, dibiayai dari BUNGA terhadap anggaran beasiswa yang disimpan di bank, maka Mora itu bisa HARAM karena ada unsur Riba dan Penggunaan Anggaran yang Menyelisihi Peruntukannya.

Maka pelajari baik-baik setiap perkara dan kembalikan penetapan hukum Syariahnya pada Ahlinya.

(Saya rangkum dari penjelasan yang saya peroleh dari Dr. Abdul Muher, M.Ag, tentang _"Antara Mengharamkan Rokok dan Menghalalkan Mora")_

[4/1 08:48] +62 852-4003-1854: 

Minta maaf ade'. Mohon jgn disalah fahami. 
Dasar menghukumi. Yg dituliskan👆. Betul sekali tapi perlu kita ingat masalah hukum syariat yg bukan masalah qot'i. Bagi kita sebagai muasllif, lebih afdhol nya kita mengambil pendapat  jumhul ulama.  Masalah roko mis. Bukan kah ulama kita sdh sepakat?. Bahkan terkhusus di Indonesia MUI sdh menetapkan keharamannya. Jadi lebih afdhal nya kita mengambil pendapat ini.  Di banding pendapat satu orang....

[4/1 10:29] Sitnah Aisyah Marasabessy: 

Syukran atas tanggapannya..

1. Yg ukhty katakan: Dasar menghukumi. Yg dituliskan👆. Betul sekali tapi perlu kita ingat masalah hukum syariat yg bukan masalah qot'i. 

Hukum syari'at ad/ hukum yg berisi hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, yg bersumber drAl Qur'an, Hadits, Ijma' dan Qiyas, sehingga hukum syariah itu *ada yg qath'i dan ada yg tidak.* Jadi keliru yg ukhty katakan bahwa hukum syariah itu bukan masalah qot'i. 

2. Yang ukhty katakan:  Bagi kita sebagai muasllif, lebih afdhol nya kita mengambil pendapat  jumhul ulama.  

Yang afdhal ad/ kita mengambil dulu dari yg Al Qur'an, Hadits, Ijma atau kesepakatan jumhur ulama, baru kemudian dari Qiyas.  Itupun yang mampu untuk menjelaskan tentang sumber2 hukum tersebut adalah ulama yang sudah sampai ke tingkat mujtahid. Adapun para ahli ilmu hukum syariah yg belum sampai ke tingkat tersebut paling tinggi hanya bisa sampai ke tingkat mengeluarkan fatwa yg berlaku untuk masyarakat tertentu, tempat tertentu dan waktu tertentu.

3. Yg ukhty katakan: Masalah rokok mis. Bukan kah ulama kita sdh sepakat?. 

Kesepajatan ulama yg ukhy maksud bukanlah kesepakatan jumhur ulama, tapi adalah kesepakatan ulama yg ada di negara tertentu, yg dlm hal ini ad/ MUI. Kesepakatan MUI itu adalah fatwa yang pemberlakuan hukumnya terbatas dan tidak bisa disamakan kekuatan hukumnya dengan ijma'.

4. Yg ukhty katakan: Bahkan terkhusus di Indonesia MUI sdh menetapkan keharamannya.

Berdasarkan informasi tentang fatwa ini maka ini petikan beritanya: *Fatwa se-Indonesia III menyatakan bahwa merokok hukumnya "dilarang" antara haram dan makruh.Namun demikian sidang yang dipimpin oleh Ketua MUI KH Maruf Amin di aula Perguruan Diniyyah Puteri, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Minggu sore 
(25/1) juga memutuskan, merokok haram hukumnya di tempat umum, untuk ibu-ibu hamil, dan anak-anak* . (https://www2.kemenag.go.id/berita/81811/fatwa-mui-rokok-hukumnya-makruh-dan-haram)
Jadi pengharaman ini *tidak mutlak* dan *tidak bersifat umun.* 

5. Yg ukhty katakan:  Jadi lebih afdhal nya kita mengambil pendapat ini.  Di banding pendapat satu orang....

Maka yg benar adalah *terima fatwanya, boleh untuk tidak dilaksanakan* , dan jangan mengharamkan sesuatu yg jumhur ulama pun *belum menyepakati keharamannya.* 

Yang jelas, meski rokok dan merokok tidak haram secara mutlak seperti haramnya makan babi atau minum arak, namun ada kaidah fikih yaitu meninggalkan kemudharatan yang banyak lebih baik daripada  mengambil maslahat yang lebih sedikit.

Pendapat satu orang ahli ilmu, *tidak ada* kewajiban untuk mengikutinya, namun tetap harus diterima karena dikeluarkan dengan ilmu.

Allaahu a'lam

[4/1 11:05] +62 852-4003-1854: 

Kita sepakat bahwa memang kembali kepada alquran dan sunnah. 
Yg kumaksud adal hal yg di iktikaf kan... 
Kita harus faham bahwa terjadix ikhtilaf banyak hal. 
Tat kala terjadi ikhtilaf dikalangan ulama tentu kita ambil yg terdekat dgn nas. 
Betul masalah roko bukan jumhur tapi kita berada di indonesia maka sebaiknya kita  mendukung hal itu. Klo pun kita menyelisihi secara pribadi kita da usah membingungkan orang yg tdk faham atas ikhtilaf dgn kita munculkan pendapat yg lain apa talagi manfaatnya jelas lebih banyak di banding mudharatnya. 
Dan saya juga tdk bisa memaksa ukhti. Untuk mengambil pendapat yg saya pegangi dan begitu pula sebaliknya. 
Tapi kenapa saya tanggapi disini.. Karena ukhti memposting di grup yg insya Allah kita semua stiqah dgn tarbiyah dan tsiqah dgn Majelis syarri ah wahdah islamiyah. Dan kita sdh tau bahwa sampe saat ini majelis syariah belum pernah membolehkan hal  masalah yg saya tanggapi. Afwan de'.

[4/1 14:54] Sitnah Aisyah Marasabessy: 

Sy paham maksud ta ka...

Walaupun suatu masalah masih merupakan   persoalan khilafiah, namun perlu disampaikan terutama kepada para penuntut ilmu, termasuk para mutarabbiyah. Bukan akan *membingungkan* mereka, akan tetapi agar kita para mad'u ini paham bahwa *ada perkara2 yg masih diperdebatkan.* Mengapa kita yg di grup ini harus tau:
1. Karena salah satu yg harus diketahui oleh thalabul 'ilm ad/ bahwa *perbedaan pendapat di kalangan ulama itu ada* dan bahwa kita harus mengetahuu metodologi dalam mengambil ilmu dari berbagai perbedaan tersebut.
2. *Bukanlah aib* atau dilarang untuk membahas soal khilafiah karena itu adalah bagian dari ilmu agama. Selain itu, meskipun anggota grup ini ada yg masih tarif sekalipun, tetap ia harus memahami hal ini, namun porsinya *hanya utk mengetahui* dan mengamalkan sesuai kemampuannya dan  *bukan untuk  menghukumi.* 
3. Ketsiqohan pada tarbiyah atau DS adalah persoalan yg berbeda. Ini tdk bisa jadi alasan utk tidak mengetahui masalah khilafiah. Tsiqoh itu ad/ pada ilmu periwayatan hadits. Saat ini *tdk ada lg* ketsiqohan kepada satu ulama atau satu organisasi krn tdk ada lg periwayaran hadits. Adapun ketsiqahan thp jamaah bukanlah kewajiban. Ketika seseorang mempelajari tentang persoalan khilafiah *tidak berarti* ia tidak percaya/tsiqah  kpd jamaah atau dewan syariahnya. Sekali lagi, seorang penuntut ilmu perlu tau bahwa ada perkara2 yg masih diperdebatkan hukumnya. *Jika ia paham tentang metodologi menuntut ilmu, ia tidak akan bingung* .
4. Tanpa bermaksud mengabaikan, jika DS WI belum mengeluarkan fatwa tentang sesuatu, *tidak berarti kita tidak boleh* membahas atau mencari tau tentang hal tersebut dengan/dari yg lain krn mrk juga punya keterbatasan.
5. Kepercayaan yg berlebihan kepada seseorang atau suatu jamaah bisa mengakibatkan pada ta'asub/fanatisme golongan, sehingga *hanya mau* mengambil ilmu dari ustadznya saja dan menolak ilmu dari ustadz yg lain, padahal mereka berdua belum sampai ke derajat mujtahid.
 

Sy cukupkan pembahasan sy di sini saja. Yg mau diskusi lebih lanjut bisa wapri saja.

Afwan wallaahu a'lam

0 comments:

Posting Komentar